Pembinaan Agama Islam Terhadap Manusia Lanjut Usia

ILUSTRASI
 Pada dasarnya setiap manusia lahir mempunyai fitrah berupa kepercayaan terhadap Dzat Yang Maha Esa, yang dalam istilah agama disebut Tuhan. “Fitrah manusia tersebut adalah fitrah beragama Tauhid yang dijadikan Allah SWT pada saat manusia diciptakan.”[1]

Tugas utama manusia adalah menyembah dan beribadah kepada Allah SWT, karena manusia nantinya akan dimintai pertanggungjawaban atas amal yang diperbuatnya di dunia.

Islam sebagai agama yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW diyakini penganutnya dapat menjamin terwujudnya kehidupan manusia yang sejahtera lahir dan batin. Di alamnya terdapat  berbagai petunjuk tentang seharusnya bagaimana menyikapi hidup dan kehidupan ini secara lebih bermakna dalam arti yang seluas-luasnya.

Diantara ajaran yang terkandung dalam agama Islam adalah perintah untuk selalu mencari dan menggali ilmu, dimana mencari dan menggali ilmu dalam ajaran Islam tidak terbatas pada waktu, usia dan tempat, kapanpun, dimanapun Islam mewajibkan umatnya untuk selalu mengkaji dan menggalinya, belajar dan menuntut ilmu dalam Islam dimulai sejak dari buaian sampai ke lubang lahat.[2]

Dalam ajaran Islam juga memperhatikan masalah sosial. Hasil penelitian dilakukan oleh Jalaluddin Tahmat terhadap Al-Qur’an yang menyimpulkan “empat hal yang bertemakan tentang kepedulian terhadap masalah sosial.” Selanjutnya hasil penelitian yang dilakukan Jalaluddin Rahmat terhadap al-Qur’an menyimpulkan empat hal yang bertemakan tentang kepeduliannya terhadap masalah sosial. Pertama, dalam al-Qur’an dan kitab-kitab hadits, proporsi terbesar ditujukan pada urusan sosial. Kedua, dalam kenyataan bila urusan ibadah bersamaan waktunya dengan urusan muamalah yang penting, maka ibadah boleh diperpendek atau ditangguhkan (tentu bukan ditinggalkan). Ketiga, bahwa ibadah yang mengandung segi kemasyarakatan diberi ganjaran lebih besar dsripada ibadah yang bersifat perseorangan. Keempat, bila urusan ibadah dilakukan tidak sempurna atau batal, karena melanggar pantangan tertentu, maka kafarat-nya (tebusannya) ialah melakukan sesuatu yang berhubungan dengan sosial.[3]

Islam bersifat universal yang mengatur segala yang ada di muka bumi ini. Mulai dari cara mencari rizki, mengatur hidup sehat, perkawinan, ibadah, mu’amalah, syari’ah dan masih banyak lagi hal yang telah diatur daam Islam. Untuk itu “Bangsa Indonesia sebagai bangsa yag berbudi luhur mempunyai ikatan yang mencerminkan nilai-nilai keagamaan dan budaya bangsa, yaitu menghormati serta menghargai peran dan kedudukan manusia lanjut usia yang memiliki kebijakan dan kearifan serta pengalaman berharga yang dapat diteladani oleh generasi penerusnya.”[4]

Di Indonesia banyak sekali permasalahan-permasalahan yang ada yang perlu diperhatikan, diantaranya masalah manusia lanjut usia (orang-orang Jompo). Melihat realitas sosial kemasyarakatan, fenomena lanjut usia merupakan salah satu masalah dalam kehidupan sosial yang harus diperhatikan secara serius, karena manusia lanjut usia banyak menghadapi persoalan hidup yaitu dari segi fisik, kondisi tubuhnya sudah menurun sehingga mudah terserang penyakit, dari segi psikis manusia lanjut usia akan mengalami “rasa kesepian dan kesendirian”[5] Juga lanjut usia akan mudah tersinggung, sering lupa dan pikun.

Dari uraian di atas, maka lanjut usia perlu diberikan kesejahteraan hidup, baik yang berhubungan dengan jasmani maupun rohani.

Bimbingan agama disini mempunyai tujuan yang tertera dalam paal 13 tentang kesejahteraan lanjut usia menyebutkan “Pelayanan keagamaan dan mental spiritual bagi lanjut usia dimaksudkan untuk mempertebal rasa keimanan dan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa”.[6]

Pembinaan agama Islam merupakan sistem yang didalamnya terdapat unsur-unsur yang berkaitan satu dengan lainnya. Membina agama pada manusia lanjut usia adalah pekerjaan yang cukup rumit dan sulit, dimana manusia lanjut usia adalah manusia yang sudah mengalami perubahan. Mereka kembali seperti anak-anak, yang mana keadaan mereka kembali menjadi orang yang lemah disebabkan bertambahnya usia mereka, maka perlu adanya kesadaran dan metode yang tepat dalam menghadapi mereka.



[1] Nasruddin Razak, Dienul Islam, (Bandung : Al Ma’arif, 1993), hlm. 76.
[2] Syahminan Zaini, Prinsip-prinsip Dasar Konsepsi Pendidikan Islam, (Jakarta: Kalamulia, 1986), cet. Pertama, hlm. 114
[3] Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2000),  cet. V, hlm. 2
[4] Biro Hukum Departemen Sosial, UU Republik Indonesia tentang Kesejahteraan Lanjut Usia, (DEPSOS. 1998), hlm. 18.
[5] Sarlito Wirawan Sarwono, Pengantar Umum Psikologi, (Jakarta : Bulan Bintang, 1982), hlm. 41.
[6] Biro Hukum Dep. Sos, Op. Cit., hlm. 8.

Posting Komentar

0 Komentar