Mengidentifikasi Makelar Suara Jelang Pemilu

Wahyu Khoiruz Zaman
Tak lama lagi, pada April 2019 mendatang negeri ini akan menggelar pesta demokrasi berupa Pemilihan Umum (Pemilu) yakni Pemilu legislatif (Pileg) dan Pemilu Presiden (Pilpres). Di sejumlah daerah, saat ini sudah banyak yang berbondong-bondong mengikuti proses untuk menjadi bakal calon legislatif seiring dibukanya pendaftaran oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) di setiap daerah.

Ada hal yang selalu menarik dan tak basi untuk diperbincangkan dalam agenda pesta demokrasi, apa lagi kalau bukan mengenai politik uang (money politic). Apalagi Pemilu yang akan datang ini merupakan Pemilu serentak bagi Pileg sehingga bagi penulis, akan sangat menarik membicarakan soal politik uang. Sebab, saking banyaknya bakal calon legislatif yang akan bertarung di arena Pileg, membuat peta potensi kerawanan politik uang semakin tinggi.

Pihak-pihak yang memainkan politik uang tidak melulu dilakukan langsung oleh para bakal calon legislatif namun juga ada yang memainkan peran yang dikenal sebagai makelar. Ya, makelar suara. Mereka yang mulai saat ini barangkali sudah bisa diidentifikasi keberadaannya yang tengah 'gentayangan'.

Keberadaan makelar suara cukup strategis untuk memainkan politik uang. Sebab, amat kecil kemungkinan para calon memainkan politik uang sendiri lantaran berbagai pertimbangan, terutama mudah dikenali lawan politik hingga resiko yang cukup besar akibat regulasi yang kian ketat. Apabila terbukti pencalonannya bisa dibatalkan.

Dari beberapa pengalaman pemilu yang telah lalu, praktik kotor berupa politik uang dilakukan oleh tim sukses yang terdistribusi secara masif melalui tim bayangan (tim yang tidak didaftarkan ke KPU sebagai tim sukses), yang selanjutnya dapat disebut sebagai makelar suara. Tugas mereka adalah mempengaruhi pemilih dengan berbagai cara, dan tak jarang dilakukan dengan cara-cara yang melanggar aturan. Tak hanya untuk memainkan jual beli suara (politik uang), makelar suara juga kerap melakukan intervensi bahkan intimidasi atau paksaan agar pemilih menentukan pilihannya kepada sang calon tersebut.

Mereka (Makelar suara-red), bekerja tidak hanya secara individu namun juga ada yang kelompok. Latar belakang makelar suara justru banyak diperankan oleh seseorang yang memiliki pengaruh dan jaringan yang luas di masyarakat. Seperti para aktivis, tokoh masyarakat, tokoh agama bahkan perangkat desa mulai kepala desa hingga jajaran paling bawah yakni RT dan RW.

Peran dan posisi makelar suara sangat strategis. Mereka merupakan orang yang paham tentang peta dan informasi mengenai pemilih yang perlu “dikondisikan” oleh tim sukses untuk memudahkan praktik politik uang maupun intimidasi yang berujung pada pemenangan. Tak hanya itu, kemampuan makelar suara bisa mengamankan distribusi uang atau barang (politik uang) kepada pemilih sehingga lebih terkendali, cepat, dan tepat sasaran.

Saking strategisnya posisi makelar suara, mereka memiliki tugas berupa memastikan agar pemilih memberikan suaranya untuk calon yang mereka usung. Sementara dari segi keamanan, mereka tidak terkait secara formal dengan calon atau tim sukses resmi. Hal tersebut membuat calon berpotensi  “aman” sekalipun makelar tertangkap dan terbukti melakukan politik uang.

Meski keberadaan makelar suara dapat betul-betul diketahui ketika mendekati hari pencoblosan nanti. Setidaknya, sejak dibukanya pendaftaran bakal calon legislatif di KPU, suasana keberadaan makelar suara sudah bisa dirasakan.

Contohnya, keberadaan makelar yang membantu pemenuhan persyaratan administrasi bakal calon, memberikan angin sorga bagi bakal calon untuk melakukan strategi-strategi politik tertentu hingga meminta sejumlah dana untuk memuluskan proses pencalonan. Apakah anda ketemu dengan orang-orang yang demikian itu, mungkin saja itu makelar suara.

Untuk meminimalisir keberadaan makelar suara dan praktik-praktik kotor dalam pemilu, dibutuhkan kerjasama berbagai pihak. Pengawas pemilu (Panwaslu / Bawaslu) yang memiliki tugas dan fungsi  mengawasi pelaksanaan pemilu memiliki posisi strategis dalam mengantisipasi dan menindak praktik yang melanggar aturan. Namun demikian, dibutuhkan pula peran masyarakat selaku pemilih untuk turut serta melakukan pengawasan dan melaporkan dugaan pelanggaran kepada pengawas pemilu. Konkretnya, masyarakat harus berani menolak politik uang, dan bila terjadi politik uang maupun jenis pelanggaran lainnya, maka laporkan kepada pengawas pemilu terdekat. Salam..!

Posting Komentar

1 Komentar